Sumber Gambar Dari Sini |
Talak apabila ditinjau dari segi waktu dan bilangannya terbagi menjadi dua, yaitu talak raj’i dan talak bain. Para ulama madzhab sepakat bahwa yang dinamakan talak raj’i ialah talak dimana seorang suami masih memiliki hak kembali kepada istrinya (rujuk), sedangkan talak bain ialah talak yang suami tidak memiliki hak untuk rujuk kepada wanita yang ditalaknya (Muhammad Jawad Mughniyah, 2000 : 451-452), yang mencakup beberapa jenis :
- Wanita yang ditalak sebelum dicampuri.
- Wanita yang ditalak dengan talak tiga (talak bain).
- Talak Khulu’. Sebagian ulama madzhab mengatakan bahwa khulu’ adalah fasakh nikah, bukan talak.
- Wanita yang memasuki menapouse khususnya pendapat Imamiyah, karena mereka menyatakan bahwa wanita yang menapouse yang ditalak tidak memiliki idah. Hukumnya sama dengan wanita yang belum dicampuri.
Menurut para ulama madzhab yang pendapatnya dikutip oleh Prof.Dr. Mahmud Syaltut, (2000:148) menyatakan bahwa :
- Menjatuhkan satu talak kepada istri yang telah sekamar dalam keadaan suci yang tidak disentuh (digauli) dalam keadaan sucinya itu, dan selama dalam masa iddahnya tidak diikutkan talak kedua adalah raj’i.
- Menjatuhkan talak kepada istri dalam keadaan haid atau nifas atau pun dalam keadaan suci yang telah digaulinya pada keadaan sucinya itu adalah ba’in apabila istri itu tidak hamil.
- Menjatuhkan talak terhadap istri yang belum sekamar bukan merupakan talak raj’i atau talak ba’in ditinjau dari segi waktu, namun dalam riwayat dari Zufar disebutkan bahwa jika jatuh talak itu dalam keadaan haid juga ba’in sebagaimana wanita yang telah sekamar.
Adapun yang menjadi perbedaan pendapat diantara mereka talak yang dilihat dari segi bilangan, apakah termasuk talak raj’i ataukah talak ba’in.
Ulama Syafiiyah berpendapat, “Tidak ada bid’ah mengumpulkan talak dan tak ada sunnah memisah-misahkan, baik si istri telah sekamar maupun belum, hal itu sama saja.
Ibnu Rusyd menukilkan dari Imam Syafii bahwa talak tiga dengan satu lafadz adalah talak raj’i, sedangkan ulama Hanafiyyah dan ulama Hanabillah berpendapat, menjatuhkan tiga atau dua talak secara sekaligus maupun secara terpisah-pisah dalam satu masa suci adalah bain, baik telah sekamar maupun belum (Prof.Dr. Mahmud Syaltut, 2000 : 149).
Mengenai talak terhadap istri yang telah sekamar dan telah disepakati tentang raj’i-nya, kemudian dalam masa iddah-nya diiringi dengan talak lainnya, ulama Malikkiyah dan ulama Hanabilah, bahwa hal itu terjadi ba’in sedangkan ulama Hanafiyyah mengkategorikannya sebagai raj’i apabila talak tambahan tersebut dijatuhkan dalam masa suci yang berlainan.
Mengenai talak terhadap istri yang sedang hamil, Imam Hanafi dan Abu Yusuf berpendapat hukumnya sama dengan istri yang tidak haid lagi (menapouse) atau istri dibawah umur.
Muhammad bin Zufar berkata, “Tidak terjadi raj’i, kecuali dengan talak satu” (Muhammad Zawad Mughniyah, 2000 : 452).
Imam Malik, Imam Syafii, dan Ahmad bin Hambal dalam hal ini sepakat bahwa tidak ada raj’i dan tidak ada bain, sementara itu Imamiyyah (Imam Jafar Ash-Shadiq) memberi syarat bagi sahnya talak terhadap istri yang telah digauli, dan istri yang telah mengalami menapouse dan tidak pula hamil, yaitu dalam keadaan suci, tidak dan tidak pernah dicampurinya pada masa sucinya diantara dua kali haid. Apabila wanita tersebut ditalak dalam keadaan haid, nifas atau pernah dicampurinya pada masa sucinya, talaknya tidak sah (Prof.Dr. Mahmud Syaltut, 2000 : 149).
Adapun syarat-syarat bagi yang menjatuhkan talak dan lafadz talak dikemukakan dalam penjelasan berikut :
Disyariatkan bagi orang yang menjatuhkan talak hal-hal berikut ini :
Baligh
Talak yang dijatuhkan oleh anak kecil dinyatakan tidak sah, sekalipun ia telah pandai. Demikian kesepakatan ulama madzhab.
Berakal sehat
Talak yang dijatuhkan oleh orang gila, baik penyakitnya itu akut atau insidental, pada saat dia gila, maka tidak sah begitu juga dengan orang yang tidak sadar dan sedang mabuk.
Atas kehendak sendiri
Talak yang dijatuhkan oleh orang yang dipaksa sesuai dengan kesepakatan ulama hukumnya tidak sah.
Betul-betul bermaksud menjatuhkan talak
Seorang laki-laki yang menjatuhkan talak karena lupa, keliru atau main-main, maka menurut Imamiyyah dinyatakan talaknya tidak jatuh. (Muhammad Jawad Mughniyah, 2000:441-442).
LAFADZ TALAK
Kalimat yang digunakan dalam perceraian dikelompokkan keadaan 2 macam :
- Sarih (terang), yaitu kalimat yang tidak ragu-ragu lagi bahwa yang dimaksud adalah memutuskan ikatan perkawinan, seperti kata si suami, “Engkau tertalak” atau “Saya ceraikan engkau”. Kalimat yang sarih ini tidak perlu disertai dengan niat. Berarti apabila dikatakan oleh suami, berniat atau tidak berniat keduanya terus bercerai, asal perkataannya itu bukan berupa hikayat. (H. Sulaeman Rasjid, 1979 ; 403).
- Ucapan yang kinayah yaitu ucapan yang tidak jelas maksudnya, mungkin ucapan itu maksudnya talak lain, ucapan talak kinayah memerlukan adanya niat. Artinya jika ucapan talak itu dengan niat, sah talaknya dan jika tidak disertai dengan niat talaknya belum jatuh.
------------------------@@@----------------------
REFERENSI
Muhammad Jawad Mughniyah, 2000, Fiqih Lima Madzhab, Jakarta: PT. Lentera.
Sulaiman Rasjid, 1997, Fiqih Islam, Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Prof.Dr. Mahmud Syaltut, 2000, Fiqih Tujuh Madzhab, Bandung: Pustaka Setia.
Sulaiman Rasjid, 1997, Fiqih Islam, Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Prof.Dr. Mahmud Syaltut, 2000, Fiqih Tujuh Madzhab, Bandung: Pustaka Setia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih pada pengunjung dan silahkan tinggalkan komentar disini.... :)