Thales
Thales (624-546 SM), orang Miletus itu digelari bapak filsafat, karena dialah orang yang mula-mula berfilsafat. Gelar itu diberikan karena ia mengajukan pertanyaan yang amat mendasar; what is the nature of the world stuff ? (apa sebenarnya bahan alam semesta ini ?) Ia menjawab air. Jawaban ini amat sederhana dan belum tuntas. Belum tuntas karena dari apa air itu ? Thales mengambil air sebagai asal alam semesta, barang kali karena ia melihat sebagai suatu yang amat diperlukan dalam kehidupan dan menurut pendapatnya bumi ini mengapung di atas air (Ahmad Tafsir, 1990:41).
Anaximander
Anaximander disebut murid Thales. Ia hidup kira-kira antara tahun 610 SM dan tahun 540 SM. (K. Bartens, 1988:28). Anaximander mencoba menjelaskan bahwa substansi pertama itu bersifat kekal dan ada dengan sendirinya. Anaximander mengatakan udara. Udara merupakan sumber segala kehidupan, demikian alasannya (Ahmad Tafsir, 1990:4).
Heraclitus
Heraclitus (544 – 484 SM) menyatakan You can not step twice to the river, for the fresh waters are ever flowing upon you (Engkau tidak dapat terjun ke sungai yang sama dua kali karena air sungai itu mengalir).
Menurut Heraclitus, alam semesta ini selalu dalam keadaan berubah, sesuatu yang dingin berubah menjadi panas, yang panas berubah menjadi dingin. Itu berarti bila kita hendak memahami kosmos, kita mesti menyadari bahwa kosmos itu dinamis, kosmos tidak pernah dalam keadaan berhenti (diam), ia selalu bergerak, dan bergerak berarti berubah. Gerak itu menghasilkan perlawanan-perlawanan. Itulah sebabnya ia pada konklusi bahwa yang mendasar dalam alam semesta ini bukanlah bahan (stuff)nya seperti yang dipertanyakan oleh filosof pertama itu, melainkan prosesnya. Pernyataan “semua mengalir” berarti semua berubah menjadi bukanlah pernyataan yang sederhana. Implikasi pernyataan ini amat hebat. Pernyataan itu mengandung pengertian bahwa kebenaran selalu berubah, tidak tetap. Pengertian adil pada hari ini belum tentu masih benar besok. Hari ini 2 x 2 = 4, besok dapat bukan empat (Ahmad Tafsir, 1990 : 41-42).
Parmanides
Parmanides (450 SM) dalam the way of the truth, ia bertanya : Apa standar kebenaran dan apa ukuran realitas ? Bagaimana hal itu dapat dipahami ? Ia menjawab ukurannya ialah logika yang konsisten. Perhatikanlah contoh berikut : Ada tiga cara berfikir tentang Tuhan ; 1. ada, 2. tidak ada, dan 3. ada dan tidak ada. Yang benar adalah ada (1). Tidak mungkin meyakini yang tidak ada (2) sebagai dua karena yang tidak ada pastilah tidak ada. Yang ketiga pun tidak mungkin, karena tidak mungkin Tuhan itu ada dan sekaligus tidak ada.
Zeno
Zeno lahir tahun 490 SM di Elea. Terhadap ajarannya dia mengatakan :
- Anda tidak pernah mencapai garis finis dalam suatu balapan. Untuk mencapai garis finis itu mula-mula anda harus menempuh separuh jarak, lalu setengah dari separuh jarak, kemudian setengah dari sisa, dan kerja anda selanjutnya ialah menghabiskan sisa yang tidak pernah akan habis. Anda tidak pernah mencapai garis finis, padahal secara empiris anda telah lama mencapai garis finis itu.
- Anak panah yang meluncur dari busurnya, apakah bergerak atau diam ? Diam ialah bila suatu benda pada suatu saat berada pada suatu tempat. Anak panah itu setiap saat berada di suatu tempat. Jadi anak panah itu diam. Ini khas logika. Padahal mata kita jelas-jelas menyaksikan bahwa anak panah itu bergerak dengan cepat. Siapa yang benar ? Yang mengatakan bergerak atau yang mengatakan diam ? Itu relatif kedua-duanya benar, bergantung pada cara pembuktiannya. (Ahmad Tafsir, 1990:43).
Protagoras
Ia mengatakan bahwa manusia adalah ukuran kebenaran. Kebenaran itu bersifat pribadi (private). Akibatnya ialah tidak akan ada ukuran yang absolut dalam etika, metafisika maupun agama. Bahkan teori-teori metafisika tidak juga dianggapnya mempunyai kebenaran yang absolut.
Gorgias
Pandangan filsafatnya dia mengajukan tiga proporsi sebagai kesimpulan falsafah dirinya.
Pertama, tidak ada yang ada, maksudnya realitas itu sebenarnya tidak ada. Kita harus mengatakan bahwa realitas itu tunggal dan banyak, terbatas dan tak terbatas, dicipta dan tidak dicipta.
Kedua, akal tidak mampu meyakinkan kita tentang bahan alam semesta ini, karena kita telah dikungkung oleh dilema subyektif. Orang berfikir sesuai dengan kemauan dengan idea kita yang sesuai dengan fenomena. Karena demikian maka proses ini tidak akan menghasilkan kebenaran.
Ketiga, ia menegaskan; sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, namun tidak akan dapat diberitahukan kepada orang lain.
Socrates
Socrates (469-399 SM) terkenal sebagai orang yang berbudi baik, jujur dan adil. Socrates banyak mendapat simpati dari para pemuda di negerinya. Namun ia kurang disenangi karena dituduh sebagai perusak moral dan menolak dewa-dewa atau tuhan yang telah diakui negara.
Atas tuduhannya tersebut dia menulis naskah yang berjudul apologi, termasuk salah satu bahan penting untuk mengetahui sejarah Socrates. Dalam pengadilan dia dinyatakan bersalah dengan suara 200 dan 220 melawan. Ia dituntut hukuman mati (Ahmad Syadali, Mudakir, 1999:61).
Menurut Socrates ada kebenaran obyektif yang tidak bergantung kepada satu atau kita. Untuk mencapai kebenaran obyektif menggunakan metode dialektika yang berarti bercakap-cakap atau dialog.
Dari metode dialektiknya ia menemukan dan penemuan metode yang lain induksi dan definisi. Ia menggunakan istilah induksi manakala pemikiran bertolak dari pengetahuan yang khusus, lalu menyimpulkannya dengan pengertian yang umum. Pengertian yang umum diperoleh dari mengambil sifat-sifat yang sama (umum) dari masing-masing kasus khusus dan ciri-ciri khusus yang tidak disetujui bersama adalah disisihkan. Ciri umum tersebut dinamakan ciri esensi dan semua ciri khusus itu dinamakan ciri eksistensi. Suatu definisi disebut dengan menyebutkan semua ciri esensi suatu obyek dengan menyisihkan semua ciri eksistensinya. Demikianlah jalan untuk memperoleh definisi tentang suatu persoalan.
Plato
Plato (427-347 SM) lahir di Athena, salah seorang murid dan teman Socrates. Ia menggunakan metode dialog untuk mengantarkan filsafatnya. Namun kebenaran umum (definisi) menurutnya bukan dibuat dengan cara dialog yang induktif sebagaimana cara yang digunakan Socrates, pengertian umum (definisi) menurut Plato sudah tersedia di sana di dalam idea (Ahmad Syadali, Mudzakir, 1999 : 69-70).
Pendapat Plato ini, jelas memperkuat posisi gurunya. Idea itu umum, berarti berlaku umum. Plato juga berpendapat bahwa selain kebenaran yang umum itu ada kebenaran yang khusus yaitu “kongkretisasi” idea di alam ini (Ahmad Tafsir, 1990:51).
Aristoteles
Aristoteles lahir pada tahun 384 SM di Stagina sebuah kota di Thirace. Ia adalah teman dan murid Plato. Di dalam dunia filsafat, Aristoteles terkenal sebagai bapak logika. Logikanya disebut logika tradisional karena nantinya berkembang apa yang disebut logika modern. Logika Aristoteles sering juga disebut logika formal (Ahmad Tafsir, 1990:52).
Bila orang-orang sofis banyak menganggap manusia tidak akan mampu memperoleh kebenaran, Aristoteles dalam metaphysic menyatakan bahwa manusia dapat mencapai kebenaran. Ia menyatakan bahwa matter dan form tu bersatu. Matter memberikan substansi sesuatu, form memberikan pembungkusnya. Setiap obyek terdiri atas matter dan form. Jadi, ia telah mengatasi dualisme Plato yang memiahkan matter dan form, bagi Plato matter dan form berada sendiri-sendiri. Ia juga berpendapat bahwa matter itu potensial dan form itu aktualitas. Namun ada substansi yang murni, form tanpa potentiality, jadi tanpa matter, yaitu Tuhan. Aristoteles percaya kepada adanya Tuhan. Bukti adanya Tuhan menurutnya ialah Tuhan sebagai penyebab gerak (a first cause of motion) (Ahmad Syadali Mudzakir, 1999 : 73-74).